The Peaceful Luang Prabang


Beli tiket ke Luang Prabang adalah salah satu hal paling random yang pernah gue lakukan. Disisipi sedikit rasa bersalah karena melakukan hal impulsif yang sejujurnya gak tau apakah akan bisa bermanfaat atau gak, akhirnya gue dan (siapa lagi kalau bukan) Icha, sampai di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta demi perjalanan panjang ke Luang Prabang. Serius ini adalah salah satu perjalanan terpanjang yang pernah gue lalui. Untuk sampai ke kota kecil di Laos utara itu gue harus singgah dulu 2 (dua) negara, yaitu Malaysia dan Thailand. Sebenarnya gue pengen banget mampir dulu ke Thailand karena belum pernah kesana, tapi sayang waktu transitnya cuma 2 (dua) jam dan tiket yang gue beli adalah tiket fly-thru. Sedangkan tiket fly-thru ini berarti kalau gue gak ikut salah satu flight- nya, gue dianggap membatalkan keseluruhan tiket gue.
Waktu transit di KLIA2 dan Don Mueang yang cuma sebentar dan sempat bikin panik karena takut salah satu flight delay sehingga menyebabkan kita ketinggalan flight selanjutnya malah berakhir jadi waktu hura-hura di airport. Di KLIA2 kita jajan di Gloria Jean's Coffee demi bisa duduk karena kebetulan KLIA2 lagi super penuh dan gak ada satu pun tempat duduk kosong. Nyampe di Don Mueang kita langsung nyari toilet karena mules kebanyakan makan. Tapi membuang sebagian isi perut juga berarti menyisakan sebagian tersebut untuk diisi kembali. Pilihan kami selanjutnya jatuh pada mango sticky rice. We're in Bangkok anyway, none should miss mango sticky rice! Oh iya, karena kita adalah pelanggan setia AirAsia, maka kesempatan makan nasi lemak Pak Naser jelas gak akan kami lewatkan. Sayangnya semua makanan enak yang masuk selama perjalanan berakhir teraduk gak jelas di dalam perut karena turbulensi yang parah banget sepanjang flight Bangkok-Luang Prabang. Sejujurnya gak tau sih turbulensinya karena cuaca, angin di wilayah yang landlock, atau karena ini Thai AirAsia. Branch AirAsia ini baru pertama kali juga kita cobain sedangkan beberapa sodara-sodaranya (Indonesia AirAsia, AirAsia, dan Philippines AirAsia) udah duluan dicobain. Tapi di flight ini juga pertama kali kita gak dikasih instruksi penyelamatan di air. Mungkin karena yang dilewatin daratan semua. Semoga bukan karena cabin crew-nya lupa. Singkat cerita, sampailah kami akhrinya di Luang Prabang.
Dari udara, Luang Prabang kelihatan terpencil. Beneran kota kecil yang ada di tengah gunung dengan hutan di sekelilingnya. Sempet juga keliatan beberapa proyek infrastruktur yang kayaknya kerjasama sama Tiongkok. Mungkin salah satunya adalah pembangungan kereta cepat Kunming-Singapura yang kebetulan melintasi Luang Prabang. Kayaknya sebentar lagi kita bisa nih Singapura-Rusia naik kereta (WOW MENARIQUE!!). Yak, kembali ke Luang Prabang. Kesan pertama waktu sampai di bandaranya adalah.... tetep sepi wkwk. Bangunannya beneran cuma segedung memanjang gitu dan dalemnya lebih sepi lagi.

Penampakan Bandara Internasional Luang Prabang dari dalam pesawat

Imigrasi berjalan lancar tanpa banyak hambatan karena tentu saja petugas imigrasi dengan seragam warna hijau khas negara komunis ini memilih untuk diam dan hanya memberikan instruksi dengan gestur tubuh. Keluar dari imigrasi, datanglah kebingungan. "Naik apa nih ke kota?", tanya kita bego seolah hasil riset tentang transportasi di kota ini menguap. Tengok kanan-kiri, eh ada loket minivan to downtown dengan harga yang masih masuk akal. Tapi harganya 50,000kip/3person. Lah gimana, orang gue cuma berdua?! Ya udah terpaksa ikhlas karena dia jual tiketnya /3person ajah (ini termasuk scam bukan sih?!). Kocaknya pas lagi nunggu van-nya dateng, seorang mas-mas nyamperin, "Dari Indonesia juga?" LOL ada orang Indonesia juga. Dia sendirian lagi! Tau gitu kita tadi sharing tiket #perhitungan. Basa-basi dikit, ternyata hostel kita mayan jauh. Bye. Sepanjang perjalanan ke kota, rasanya kayak Siem Reap 2.0. Gersang, berdebu, dan sepi. Tapi Luang Prabang lebih hidup. Entah kenapa. Sampai di hotel yang enak asri banget, kita bersantai sejenak menikmati AC karena sumpah Luang Prabang panasnya durjana banget.

-- The Night Market
Agak sore menjelang malam, kita keluar dan tada! The famous Luang Prabang Night Market ada di depan mata.  Jujur, Luang Prabang sama Siem Reap mirip banget. Sama-sama kota turis non-ibukota di negaranya masing-masing dan punya night market yang terkenal. Cuma  Luang Prabang tuh lebih asri, berwarna, hidup, and less touristy (gak tau deh 10 tahun lagi).
Luang Prabang Night Market ini membentang di sepanjang Jalan Sisavangvong, dari perempatan setelah ATM Centre sampai ngelewatin Royal Palace dan buka dari sekitar menjelang maghrib sampai.. gak tau sih jam berapa, gak pernah nungguin tutup juga hahaha. Yang dijual di night market-nya standar aja. Kain, kaos, celana, tas, souvenir, dan lain sebagainya yang sebenarnya akan kamu temukan di hampir seluruh pasar yang jualan souvenir. Tapi karena udah langsung naksir sama motif tasnya yang lucu-lucu banget itu, akhirnya tanpa ragu kita langsung belanja oleh-oleh. Hahahaha turis negara ber-flower banget deh. Kalau mau beli souvenir apa pun, jangan lupa ditawar ya. Namanya juga di tempat wisata. Ada yang bilang belinya ke adek-adek yang jagain dagangan tanpa orang tuanya. Biasanya dia pasrah aja ditawar. Tapi kalau kata gue sih harga barangnya cukup masuk akal ya. Udah gitu penjualnya baik-baik. Tiap sibuk milih dan nanya-nanya, kita dikasih kursi buat duduk. Beda banget sama waktu di Ben Thanh, Ho Chi Minh. Baru nanya aja udah diusir!
Luang Prabang Night Market dari tangga Mt.Phousi
Dan yang paling bikin seneng, motif tasnya lucu-lucu. Bukan motif gajah atau burung hantu yang sumpah dijual dari mulai di KL, Malaka, Ho Chi Minh, bahkan Siem Reap. Jadi makin semangat milihnya (hahaha alasan kau jenab!).  Waktu lagi milih-milih tas, seorang ibu--yang tadi siang sepesawat sama kita dan jadi notice kita karena dia sempat gak sadar tasnya terbuka dan dengan baiknya kita kasih tau--menyapa kita, "Udah belanja aja," katanya akrab. Selain karena kebaikan yang udah kita lakukan, yakin deh turis berjilbab saat itu cuma kita doang. Jadi wajar kalau kita jadi lebih gampang dikenali.
Hasil menjelajah minimarket Laos
Setelah puas belanja, kita lagi-lagi jajan jus buah yang terlihat sangat menyegarkan. Buah tropis apa aja ada! Mau dicampur sesama buah, susu, yogurt, soda, bahkan minuman beralkohol juga bisa! Tentu saja dengan harga yang masih sangat masuk akal. Selesai dengan minuman, kita memutuskan buat beli jajanan kedua, yaitu coconut pancakes. Bentuknya kayak serabi kecil gitu. Rasanya mirip kue rangin tapi gak pake kelapa parut. Gurih, manis, lembut. Enak dan nagih! Sebenernya banyak banget makanan lain yang dijual, tapi kebanyakan gak halal. Ada tuh sosis yang kayaknya dagingnya asli banget dibakar di atas arang. Tapi daging babi. Dari baunya aja gue udah gak kuat. Huft. Ada lagi sih makanan menarik yang sempat kita cobain, yaitu ketan bakar. Jadi ketan ditumbuk lumayan halus gitu terus dibentuk kotak dan ditusuk pake stick es krim. Selanjutnya ketan ini dibakar setelah diolesin kecap ikan. Kalau mau pedas, penjualnya juga menyediakan sambal kok.
Namun, apakah kemudian ini menghentikan keseruan belanja kami? Oh tidak! Ada satu lagi tempat yang wajib dikunjungin kalau lagi traveling, yaitu minimarket. Di minimarket, kita jadi bisa tau selera lokal. Nah, tapi kayaknya Laos ini masih terbatas banget soal jajanan kemasan. Kebanyakan adalah produk Thailand, atau bahkan Indonesia! Di beberapa snack, kita nemuin jaminan halalnya dari MUI loh #banggajadiwargaIndonesia.

-- Alms Giving Ceremony
Setiap yang ke Luang Prabang harus bangun pagi buat liat ini. Ritual apa sih sebenernya ini? Jadi ini semacam sedekah warga lokal buat para biksu. Caranya, kita cuma perlu duduk di pinggir jalan dengan bawa ketan. Nanti ada rombongan biksu yang lewat bawa wadah bambu gitu buat nerima ketan dari orang-orang. Waktu riset sebelum pergi, pernah ada blog gitu yang cerita kalau sekarang ritual ini jadi kurang sakral karena penuh sama turis yang foto-foto aja. Bahkan sering banget si biksu-biksu ini merasa kelebihan. Maka jangan heran kalau di ujung ada anak-anak kecil yang bawa karung-karung buat nerima ketan dari biksu-biksu ini.

Adik-adik yang pulang bawa sekarung ketan lebihan para biksu
Nah kejadian ini justru gue liat sendiri. Emang sih gue keluar udah agak kesiangan, jadi biksunya ada udah tinggal sisa-sisa aja. Jadi ada sekelompok biksu yang lewat dan dikasih ketan sama turis lokal (kayaknya, ngejudge dari muka dan stylenya yang lokal tapi foto-foto lebay kayak turis), ya diterima dong sama biksunya. Tapi habis itu dikasihin ke anak kecil dengan kantong-kantong seperti yang gue ceritakan sebelumnya. Yang sedih, anak ini dari tadi duduk di samping turis lokal tadi. Gemes gak lo?! Ya kan kasih aja ke anak kecil itu! Ini tuh jadi kayak cuma ngasih ketan for the sake of entertainment aja, tapi gak dapet esensi ngasih ketan ini tuh sebenernya wujud kepedulian antar sesama. Dan ini terjadi di seluruh dunia, gak di Luang Prabang aja.
Terus juga masih banyak turis yang gak ngerti deh, paham gak sih kalau ini tuh biksu yang dihormatin gitu loh. Tapi mereka ngefoto dari jarak super deket padahal stranger. Kalau gue sih sebagai manusia biasa yang punya emosi akan kesel. Mungkin tingkat keimanan dan kesabaran biksu-biksu itu membuat mereka lebih tenang menghadapi yang demikian.
Kelar nonton sisa-sisa upacara tadi, kita akhirnya memutuskan untuk duduk di sebuah coffee shop yang katanya Starbucks-nya Luang Prabang. Kok bisa? Coba aja googling 'Starbucks Luang Prabang', maka yang akan muncul adalah 'Joma Bakery Cafe' ini. Gue mesen hot chai tea latte sama the nova scotia yang merupakan bagel dengan isi telur, keju, dan smoked salmon. Enak dan porsinya super gede sampai gue gak habis dan akhirnya bungkus setengahnya buat dimakan di Kuang Si Waterfall.

-- The Waterfall
Sama kayak alms giving ceremony, mampir ke air terjun Kuangsi hukumnya juga wajib 'ain. Gak afdhal kalo cuma liat foto atau denger cerita doang. Lagi-lagi jujur nih, sebagai anak kampung dari negara tropis yang lebih sering ke kali daripada ke kolam renang, gue sempat ragu. Tapi toh akhirnya pergi juga. Cara paling mudah dan murah menuju lokasinya yang lumayan jauh ini adalah dengan naik mini van. Coba tanya ke hotel tempat lo nginep atau cari aja di sepanjang jalan utama banyak agen yang nawarin tour ke Kuangsi. Saran aja, cari aja tour paling pagi. Sebelum panas dan ramai. Gue sendiri pakai minivan jam 09.00 dengan harga 40,000kip atau 5USD aja per orangnya. Tadinya sempat mau naik private tuk-tuk yang katanya sih dibanderol dengan harga sekitar 25USD per tuk-tuknya. Tapi niat kami urungkan karena tuk-tuknya bukan seperti yang gue bayangkan. Gue pikir tuk-tuknya isi 4 orang kayak waktu di Angkor Wat. Ternyata tuk-tuk di Luang Prabang adalah mobil bak terbuka yang dikasih atap biar kayak tuk-tuk. Kebayang dong kalau cuma dipakai berdua akan segoyang apa?! Dan ternyata jalan kesana juga lumayan jelek. Jadi minivan udah pilihan paling bagus.
Setelah perjalanan sekitar 50 menit, akhirnya kita sampai di pintu gerbang menuju Kuangsi. Kata supirnya, kita punya waktu sampai jam 12.00 buat menjelajah komplek Kuangsi Waterfall. Yes, di komplek wisata ini ada juga penangkaran beruang yang katanya udah terancam punah. Gue udah siap tempur banget pakai kaos dan sendal gunung karena mikirnya akan tracking lumayan jauh. Eh, gak taunya jalan belum 5 menit udah ketemu penangkarannya. Jalan santai 10 menit, udah ketemu kolam air terjum pertama. Dan, wow! Airnya beneran hijau jernih bagus gitu. Belum lagi ditambah bidadari-bidadari bule berbikini yang lagi berenang hahaha. Di kolam pertama ini air terjunnya bisa dibilang gak ada. Cuma kolam-kolam berundak aja tapi itu juga udah bagus kok. Karena masih penasaran, akhirnya kita jalan lagi ke atas. Selanjutnya masih ada satu kolam lagi sebelum sampai ke air terjunnya.
My camera didn't do justice to its beauty :(
Air terjunnya bagus! Airnya hijau indah gitu. Cuma sayang banget waktu itu lagi agak surut airnya. Di bawahnya udah dibikinin jembatan buat foto-foto sama tempat duduk-duduk memandangi keindahan alam ini. Nah kalau di bawah air terjun ini malah gak boleh berenang. Jadi kita cuma bisa memandang sambi foto-foto aja. Sebenarnya kalau mau naik lagi, masih ada sumber airnya gitu. Cuma karena naiknya lumayan muter dan gue jompo, akhirnya gue menyerah setengah jalan. Tapi kalau kata bule Jerman yang sehostel sama kita, di atas gak ada apa-apa. Mungkin karena airnya emang lagi surut juga. Sisa waktu kita habisin buat main air, foto, dan beli kaos beruang. Tadinya gue pikir dua jam gak akan cukup. Ternyata cukup banget. Selain karena tracking-nya yang gak jauh, jam 12.00 di Luang Prabang tuh panas banget menyiksa. Jadi mending pulang ke hostel ngadem.
Oh iya! Do note ya, Kuangsi waterafall ini sebenernya kawasan yang sakral juga buat penduduk lokal. Jadi gak boleh pake baju yang terlalu terbuka kecuali pas berenang.

--Mount Phousi
Sunset di atas Sungai Mekong
Ada bukit yang disebut gunung dengan patung budha di atasnya. Ini juga tempat sakral buat warga lokal. Bukit yang letaknya tepat di depan Royal Palace ini adalah salah satu spot ngeliat sunset/sunrise paling terkenal di Luang Prabang. Ada dua jalan menuju puncaknya. Pertama adalah yang paling terkenal dan lebih pendek, yaitu lewat tangga di depan Royal Palace. Kedua, ngelewatin Wat Siphoutthabath. Jadi jalan dulu sekitar 3 blok ngelewatin Royal Palace terus belok kanan. Nanti wat-nya ada di kanan jalan. Pilihan kedua jelas lebih jauh, tapi we got more to see (katanya). Jadi kita memilih jalan ini buat berangkat sedangkan pulangnya lewat tangga depan Royal Palace. Bener sih, dengan ngelawatin jalur kedua, kita sempet ngelewatin wat, asrama para biksu, dan gardu pandang. Untuk bisa sampai puncaknya, kita akan ngelewatin loket tiket (yang artinya kita harus bayar 20,000kip) dan juga beberapa patung budha. Sayangnya begitu sampai di atas, cuacanya agak hazy gitu. Jadi sunset-nya gak keliatan jelas. Tapi gue sih tetep suka.


--Royal Palace and other temples

Luang Prabang tuh bertabur temples. Sepanjang jalan ke Kuangsi aja tamples tuh berserakan. Kalau punya waktu lebih silakan mampir ke semuanya, tapi kalau gak, di sekitar jalan utama aja udah cukup banyak. Selain itu ada juga komplek 'village' milik suku yang berbeda. Kabarnya, di Luang Prabang ini emang terdiri dari banyak suku. Nah masing-masing suku ini punya bentuk rumah yang beda-beda. Ini lah yang sama pemerintahnya dibikin komplek-komplek gitu.
Anyway, highlight untuk kategori bangunan tetaplah The Royal Palace. Di komplek Royal Palace ini ada museumnya juga. Cuma sayangnya gak boleh foto di dalam museum. Bahkan semua barang yang kita bawa harus dimasukin loker termasuk dompet, hp, dan makanan/minuman. Tiketnya 20,000kip aja kok. Museumnya gak terlalu besar dan cukup modern karena kerajaan Luang Prabang ini juga hitungannya termasuk kerjaan baru. Kalau mau kesini, harap diperhatikan jam bukanya ya. Soalnya mereka punya waktu istirahat siang yang lumayan lama.

--The Other Things that also important
My favorite thing about Luang Prabang is its serenity. Kotanya walaupun panas, rasanya bikin adem banget. Mungkin karena gak ada macet, orang-orang hidupnya laid back, dan ramah. Bahkan sampai turisnya pun ikutan jadi ramah-ramah. Pokoknya buat orang kayak gue yang kesehariannya berkutat sama keruwetan Jakarta, main ke Luang Prabang beneran refreshing. Belum lagi night marketnya yang penuh dengan barang-barang yang artsy gitu. Kayaknya kalau gue seniman, abis dari sini langsung dapet banyak inspirasi deh hehehe. Oh iya, speaking of the people, warga lokal Luang Prabang cakep-cakep banget apalagi yang cewek. Kita sampai terpukau padahal cuma ketemu orang random di pinggir jalan atau di tengah night market. 
Soal makanan, walaupun makanan halal masih lumayan susah dicari, setidaknya ada dua resto halal dan banyak resto vegan di Luang Prabang. Resto halal pertama bernama "What That Halal Restaurant" yang /kebetulan/ ada di seberang hostel kita ha ha ha. Resto ini milik seorang muslim lokal yang nikah sama orang Malaysia. Dia jual makanan khas Luang Prabang yang tentu saja halal. Kita pesen makanan berkuah dengan isi ayam, terong, dan beberapa jenis sayuran lain yang dimasak di kuah bening pedas, sama satu lagi ayam cincang yang dimasak sama cabai, daun bawang, buncis, dan kemangi bernama chicken lap. Keduanya adalah makanan khas setempat. Dan walaupun makanan khas Luang Prabang ini normalnya dihidangkan bersama ketan, si ibu pemilik resto tau banget kalau kita gak biasa makan ketan. Jadi dia nyediain juga nasi putih. Dan menurut cerita si ibu ini juga, alasan orang Luang Prabang lebih suka makan ketan daripada nasi adalah karena ketan bikin kenyang lebih lama. Sedangkan makan nasi, baru sebentar juga udah laper lagi. Nah kalau resto halal yang kedua adalah restoan makanan India bernama "Chennai" yang walaupun penjualnya India banget, tapi gue yakin dia sebenernya orang Malaysia. Kenapa? Karena spanduk di restonya yang ada di bantaran sungai Mekong ini isinya promosi wisata Malaysia semua. Ini agak out of context, tapi jujur gue kagum sama persebaran orang Malaysia yang gile ada dimana-mana banget dan juga merasa berterima kasih sama orang India yang memudahkan pencarian makanan halal.

Jalanan di Luang Prabang sepi-sepi begini bikin betah :)
Udah kayaknya itu aja curhat panjang dari perjalanan ke Luang Prabang yang kayaknya gue mau deh kalau suruh balik lagi kesana apalagi buat honeymoon lol. Doain aja ya guys.

Comments

Popular Posts